Mengetahui Asal Usul Idul Fitri


lintas86.com, Ponorogo - Bulan suci Ramadhan 1445 Hijriah/2024 Masehi sesaat lagi berakhir. Hari raya Idul Fitri pun segera hadir. Seluruh umat Islam di dunia dipastikan menyambutnya dengan sukacita.


Namun dalam menyambut Hari Kemenangan ini ada baiknya kita mengenal terlebih dahulu sejarah dan asal usulnya. Dimaksudkan agar setiap Muslim lebih menghayati datangnya hari raya Idul Fitri.


Mengutip dari laman Jatman.or.id, jauh sebelum agama Islam datang di tanah Arab, masyarakat jahiliyah di sana sudah mempunyai dua hari raya yang dinamakan Nairuz dan Mahrajan.


Ketika di Madinah, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam melarang hari raya tersebut karena sering digunakan sebagai ajang maksiat seperti pesta pora, menari-nari, sambil meminum minuman keras.


Kemudian Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam menggantinya dengan dua hari raya, yaitu Idul Fitri dan Idul Adha. Bagaimana Idul Fitri kemudian menjadi tradisi perayaan umat Islam di seluruh dunia, berikut fakta-fakta sejarahnya.


Nairuz dan Mahrajan


Walaupun Nairuz dan Mahrajan sudah menjadi hari raya orang Arab jahiliyah selama berabad-abad sebelum Islam datang, sebetulnya merupakan tradisi atau kebudayaan orang-orang Persia.


Nairuz merupakan hari raya tahun baru Persia yang dihitung berdasarkan kalender matahari, sementara Mahrajan adalah hari raya tengah tahun, musim semi atau musim gugur.


Jazirah Arab ketika itu termasuk wilayah yang menjadi ajang perebutan pengaruh antara Persia dan Romawi, maka itu banyak unsur kebudayaan Persia yang masuk dan diterima oleh kebudayaan Arab.


Awalnya Penuh Syirik dan Kemaksiatan


Warga Madinah, termasuk juga kaum Anshar, biasanya merayakan hari Nairuz dan Mahrajan dengan berbagai permainan dan sukacita. 


Tidak jarang perayaan itu dibumbui dengan kegiatan yang mengandung syirik, meminum minuman keras atau khamr, melakukan pergaulan bebas, dan bentuk-bentuk maksiat lainnya.


Lalu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam menilai bahwa kedua hari raya tersebut tidak lagi sesuai dengan ajaran dan peradaban Islam yang sedang dibangun.


Sementara di sisi lain, keberadaan hari raya juga penting bagi sebuah kebudayaan. Maka atas petunjuk Allah Subhanahu wa ta'ala, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam tidak menghilangkannya sama sekali, namun menggantinya dengan tradisi dan kebiasaan baru.


Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam bersabda, "Allah telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, yaitu Idul fitri dan Idul Adha," (HR Abu Daud dan al-Nasa’i).


Idul Fitri sebagai Perayaan Kemenangan


Hakikat hari raya Idul Fitri sejatinya ialah merayakan kemenangan iman atas peperangan melawan hawa nafsu pada bulan Ramadhan. Seorang muslim kembali menjadi sosok yang “fitri” atau suci seperti bayi yang baru dilahirkan.


Di samping itu, perayaan Idul Fitri juga bersamaan dengan momentum kemenangan tentara Rasulullah atas kaum kafir Quraisy dalam Perang Badar.


Perintah penggantian hari raya kuno dengan Idul Fitri, dilakukan setelah turunnya perintah kewajiban menunaikan ibadah puasa Ramadhan, yaitu pada tahun ke-2 Hijriyah, sebagaimana riwayat hadis Abu Dawud dan Nasa’i di atas.


Jadi, hari raya Idul Fitri mulai dirayakan oleh umat Islam untuk pertama kalinya setelah peristiwa Perang Badar pada 17 Ramadhan Tahun ke-2 Hijiriyah.


Dikisahkan dalam pertempuran itu umat Islam berhasil meraih kemenangan. 


Padahal tentara kaum muslimin hanya berjumlah 319 orang, menghadapi tentara kafir Quraisy sejumlah 1.000 orang.


Nabi dan Sahabat Sholat Id dalam Kondisi Penuh Luka


Menurut sebuah riwayat, Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para Sahabat menunaikan Sholat Id pertama kalinya dengan kondisi tubuh luka-luka dan masih belum pulih akibat Perang Badar.


Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dalam sebuah riwayat disebutkan merayakan hari raya Idul Fitri pertama itu dalam kondisi amat letih. 


Sampai-sampai Beliau bersandar pada Bilal ketika menyampaikan khutbah Idul Fitri.


Imam Ibnu Katsir menjelaskan, pada hari Idul Fitri yang pertama, Rasulullah Shallallahu alaihi wa sallam pergi meninggalkan masjid menuju sebuah tanah lapang dan menunaikan Sholat Id di tanah lapangan. 


Sejak itu Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wa sallam dan para sahabat selalu menunaikan Sholat Id di lapangan terbuka. (min)

Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url