Hari Buruh 2025, Dr. Muchamad Taufiq, S.H., M.H: Hambatan Bagi Mediasi Hubungan Industrial


lintas86.com, Lumajang - Perayaan Hari Buruh 2025 terasa berbeda karena puncak acara di Jakarta dihadiri Presiden Prabowo. Selain sambutan Presiden, buruh menyampaikan tuntutan. Diantara tuntutan Buruh itu, terdapat satu urusan yang seringkali terabaikan. Urusan itu adalah proses penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial (PHI). 

Penyelesaian perselisihan hubungan industrial adalah upaya untuk menciptakan kembali sebuah hubungan industrial yang kondusif, antara pengusaha atau gabungan pengusaha dengan pekerja atau serikat pekerja setelah terjadi perselisihan hubungan industrial.

Dalam lingkup Hukum Perdata di Indonesia, terdapat alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada Undang-Undang No. 30 Tahun 2019 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase). Lembaga Penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak yang didasarkan pada itikad baik (goodfaith) dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di pengadilan.  Alternatif Penyelesaian Sengketa (APS) terdapat tujuh macam yaitu: Arbitrase, Negosiasi, Mediasi, Konsiliasi, Pendapat Mengikat, Penilaian Pendapat Ahli, dan Ajudikasi. 

Ranah Hukum Acara Perdata memberikan ruang pada setiap tahap sidang para pihak selalu dianjurkan dan diberi kesempatan dan waktu untuk bernegosiasi. Komunikasi yang dilaksanakan dalam proses negosiasi tersebut dibangun oleh para pihak (diwakili Kuasa) tanpa keterlibatan pihak ketiga sebagai penengah. Jika mencapai kesepakatan hasilnya dibuat kesepakatan bersama (tertulis). Jika tidak berhasil, para pihak menempuh Upaya penyelesaian sengketa lain. 

Jarang ter-ekspose penyelesaian perselisihan hubungan industrial di kabupaten/ kota. Namun sejatinya tetaplah sebuah fenomena yang harus diurus dengan baik dan benar sesuai regulasi yang ada. Lazim dalam penyelesaian perselisihan hubungan industrial menempuh jalan ‘mediasi’. 

Mediasi dilakukan oleh mediator hubungan industrial pada Dinas Tenaga Kerja wilayah setempat. 

Mediasi melibatkan para pihak yang berselisih yaitu pihak pekerja dan pihak pengusaha. 

Mediator hubungan industrial berupaya untuk menjadi penghubung antara kedua pihak dalam menyampaikan tuntutan yang menjadi pokok perselisihan, Mediator Hubungan Industrial yang selanjutnya disebut mediator adalah pegawai instansi pemerintah yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan yang memenuhi syarat-syarat sebagai mediator yang ditetapkan oleh Menteri untuk bertugas melakukan mediasi dan mempunyai kewajiban memberikan anjuran tertulis kepada para pihak yang berselisih untuk menyelesaikan perselisihan hak, perselisihan kepentingan, perselisihan pemutusan hubungan kerja, dan perselisihan antar serikat pekerja/ serikat buruh hanya dalam satu perusahaan. (UU No. 2 tahun 2004). 

Syarat seorang Mediator menurut permen tersebut ada Sembilan, yang pokok antara lain: pegawai negeri sipil pada instansi yang bertanggung jawab di bidang ketenagakerjaan, memiliki sertifikat kompetensi; dan memiliki surat keputusan pengangkatan dari Menteri.

Kesulitan memenuhi SDM Mediator, telah diberikan Solusi oleh regulasi tersebut dengan adanya Mediator Khusus.  

Mediator Khusus adalah pejabat yang diangkat oleh Menteri sebagai Mediator karena jabatannya selaku Kepala Dinas di bidang ketenagakerjaan provinsi atau kabupaten/kota. (Pasal 5, Permenakertrans 17 tahun 2014). Sehingga secara normatif tidak ada kekosongan dalam Dinas Tenaga Kerja dalam melakukan mediasi disetiap tingkatan pemerintahan. Pasal 5 Permenakertrans 17 tahun 2014 dimaksud memberikan solusi atas eksistensi mediator yang menghasilkan bentuk anjuran sebagai lampiran dalam mengajukan gugatan ke Pengadilan. 

Pada tataran pelaksanaan proses mediasi di lapangan tidak jarang terdapat hambatan-hambatan yang mempengaruhi berhasil atau tidaknya suatu proses penyelesaian perselisihan hubungan industrial melalui mediasi. 

Hambatan itu dapat berasal dari tiga aspek yaitu: instansi terkait, pihak luar, dan para pihak. 

  1. Hambatan dari instansi antara lain: perbedaan pendapat dalam membuat kesimpulan antara mediator hubungan industrial dengan atasannya yang menimbulkan benturan kepentingan. 
  2. Hambatan dari luar, seringkali pihak pekerja menarik unsur kekuasaan dan komponen disekitar lingkungan kerja untuk masuk dalam proses mediasi. 
  3. Hambatan dari para pihak adalah minimnya pengetahuan mengenai peraturan tentang ketenagakerjaan sehingga secara substantif telah berbeda dalam memandang PHI. 
Hari Buruh 2025 hendaknya dijadikan starting point oleh semua pihak untuk memantapkan goodfaith dalam memandang hubungan kerja. Pengusaha dan pekerja sejatinya sebuah relasi sinergitas, saling menguntungkan dan saling membutuhkan. Tenaga kerja juga memiliki martabat sebagai manusia. Ciptakan hubungan ketenagakerjaan yang mitreka satata. 

Dilarang mengambil dan/atau menayangkan ulang sebagian atau keseluruhan artikel ini untuk konten akun media sosial komersial tanpa seizin redaksi lintas86.com Cepat akurat Terpercaya (min)

Penulis:*) Dr. Muchamad Taufiq, S.H., M.H., CLMA.
Editor: M Nur Amin Zabidi

*) Penulis adalah Akademisi ITB Widya Gama Lumajang dan Fasilitator bersertifikat Leaderships Management 
Next Post Previous Post
No Comment
Add Comment
comment url